Hari itu kala sang mentari bersembunyi di balik awan kelabu. Hari kelima di bulan Mei. Tiga hari setelah pengumuman penerimaan mahasiswa baru di kampus yang akan aku pijak selama empat tahun ke depan. Ya, Tuan. Walau warna almamaterku tidak lagi senada denganmu aku masih sedikit bahagia, setidaknya kita masih ada di kota yang sama Kau tahu, di luar sana langit serasa ingin menumpahkan air yang telah ditampungnya. Tapi ia masih ragu, kelabu. Padahal pagi ini aku telah berdiri di atas balkon ingin mencurahkan segenap rasa bahagiaku kepada sang mentari. Tapi, semua harus urung. Lagi-lagi mendung. Tuan. Dering telfon darimu membuat jantungku mendadak ingin melompat dari sangkarnya. Ada rasa bahagia juga takut. Takut kau telah tahu apa tujuanku mengejar kota yang sama dengan dirimu, lalu kau menjauh. Aku takut, Tuan. Ra, kau dimana? Surabaya kah? Ya, aku di Surabaya Besok temani aku ke Jakarta, nanti aku jemput. Aku sudah pesan tiket pesawat. Tuan, sad...
Selamat! Luka, duka, lara, dan kau abadi dalam tulisanku.