Langsung ke konten utama

Yang Patah kan Tumbuh


Kali ini saya kembali. Selalu, dengan derai air mata yang tiada henti. Mungkin benar bahwa terlalu berharap itu tidak pernah bagus, sebab kecewa masih kerap ikut serta bersama sebuah pengharapan.

Tapi, ada satu hal yang membuat saya benar-benar merasa bahwa Tuhan selalu adil kepada hambaNya. Dan doa yang terus digemakan akan mendapat balasnya. Entah itu langsung dikabulkan, esok dikabulkan atau justru Tuhan menggantinya dengan yang jauh lebih indah. Saya percaya itu.

Hari ini, tepat tanggal tujuh belas bulan ke empat. Ada segala rasa, bahagia juga kecewa. Tuhan banyak memberi kejutan pada hari ini. Setidaknya saya masih diberi kesempatan untuk menghirup udara malam ini, saya bersyukur.

Ya, saya hanya akan menceritakan yang bahagia saja. Bukankah kesedihan itu tidak boleh berlarut-larut? Semoga apa yang terjadi hari ini menambah kuat jiwa ini. Ini bukan cerita tentang bintang ataupun beruang, kali ini tidak.

Ada sebuah nama yang kerap saya gemakan dalam doa. Dia, seseorang yang pernah saya temui enam tahun yang lalu dan kami tidak pernah bertemu lagi selama enam tahun itu. Tapi, saya masih mengingat namanya, walau dia tidak pernah tahu siapa saya. 

Nyaris terlupa, bukan sekedar nyaris tapi memang sempat terlupa. Hingga pada akhirnya setahun belakangan saya mendengar namanya lagi, namanya masih dibanggakan oleh orang-orang disekitarnya. Kepemimpinannya yang hebat, juga jiwanya yang kuat. Hebatnya tanpa temu, ia mampu menarik saya untuk mengetahui dia lebih dalam lagi.

Iseng, itu yang sebenarnya terjadi. Jari jemari saya mendadak menuliskan namanya dalam kolom pencarian di internet. Segala hal tentang dia muncul disana. Seketika rasa kagum hadir memenuhi rongga dada. Tak satu dua laman yang saya buka, tetapi telah beberapa laman. 

Iya, hanya secercah doa yang mampu saya gemakan lagi. Saya hanya berdoa, biar Engkau saja yang mengenalkan entah untuk hanya dipertemukan atau dipersatukan. Mustahil bagi saya untuk bertemu ataupun dipersatukan? ya. Itu teramat jelas.

Tetapi Tuhan Maha Kuasa, dia memberikan saya kesempatan untuk setidaknya melihat senyumnya dari kejauhan. Ia melengkungkan bibirnya dengan sangat manis. Iya, setidaknya Tuhan telah mempertemukan entah dipersatukan atau tidak, kembali. Hamba berserah padaMu. 

Terima kasih. Enam tahun telah berlalu dan rasa itu kembali meruak. Tak apa engkau sejauh matahari. Detik ini, bolehkah saya masih menggemakan namamu dalam sujud saya yang panjang? Saya tidak memaksa untuk dipersatukan. Saya hanya mendoakanmu semoga apa yang kau semogakan lekas tersemogakan.


Salam dari saya,


Seseorang yang tadi kau temui.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuan

  Tuan. Malam ini aku menatap cakrawala yang dihiasi bebintangan, diatas padang rumput yang luas juga ditemani sahutan suara jangkrik yang memekakan telinga. Ada sebuah tenda yang berdiri gagah di belakangku, juga api unggun yang menyalah garang dekat ujung kakiku, tapi tidak ada kamu di sebelahku. Harusnya aku paham itu. Bahwa semesta takkan membiarkan kita bertemu, apalagi bersatu. Tuan. Kali ini aku ingin menceritakan dongeng kepadamu. Ya, kau pasti tahu. Pasti dongeng anganku tentang masa depan. Tentang menunggu ajal di hari tua. Dan pasti, aku ingin menghabiskan waktu senja bersamamu. Hanya kamu. Kelak, nanti. Kita akan berada di rumah kayu yang kokoh. Dikelilingi kebun juga sawah yang luas. Di ketinggian di atas delapan ratus mdpl kita lebih mudah menyaksikan bebintangan juga mendengarkan sang angin malam bersenandung. Kelak, setiap pagi sebelum kau berangkat mencari sebongkah berlian kau akan terlebih dulu duduk di teras rumah meneguk secangkir teh dan mengg...

Tak bisa, Tuhan kita beda

Apa kabar? Hehe, lama tak jumpa. Bagaimana? Sepertinya kau sudah menemukan seseorang yang bisa menemanimu beribadah lalu menyebut nama Tuhan yang sama. Semoga bahagia ya. Apa kau menghitung sudah berapa lama kita tidak lagi melangkahkan kaki bersama? Bercerita tentang untaian cita-cita sambil menertawakan angkasa. Cakrawala menuntun kita pada langkah yang searah padahal ada tujuan yang berbeda diujung sana sambil menggenggam hampa. Sebelumnya, izinkan aku berterima kasih padamu. Kau terlalu banyak membantuku melangkah, sedang aku terlalu banyak ragu untuk menerima. Kau selalu berusaha menautkan hati, tetapi justru aku menguraikannya kembali. Kau tahu, kali ini aku menghadapi masa lalu. Tentangmu. Kau kapan ada waktu? Aku ingin pergi ke toko buku, mengambil beberapa judul. Kau menertawakan apa yang aku bawa tapi justru kau yang lebih dulu tuntas membaca. Aku ingin kau mengajakku meminum dawet di depan apotek ujung sana. Aku yang tak mau tapi malah habis...