Langsung ke konten utama

Coba tanya hatimu



Tabik,
Mengapa kau harus bersusah payah merobohkan jati dirimu hanya untuk seseorang yang jangankan peduli, melihatmu saja tak sudi. Kau bayangkan keindahan musim semi, yang datang justru hujan yang tak ada henti. Kau dikoyak perasaan tak bersasaran.

Mengapa kau selalu berada di garis terdepan mengulurkan tangan agar ia tak terjatuh, tapi kau justru menceburkan dirimu sendiri kedalam lubang yang paling dalam. Mengapa kau selalu sigap untuk menyiapkan kaki agar ia tak tersandung, namun kau malah tersungkur.

Mengapa kau merelakan semua waktumu untuknya sedang ia tidak pernah sedikitpun menyisihkan waktu untukmu.

Kau pikir semua perjuanganmu untuknya akan membuatnya luluh lalu perlahan melihatmu. Tidak. Kau hanya membunuh dirimu sendiri dengan mencintai orang yang tidak akan mampu kau genggam walau hanya bayangnya saja.

Ada kalanya kau perlu menepis semua rasa yang ada. Berhenti menjadi manusia bodoh hanya karena cinta yang tak memiliki rasa yang sama. Coba kau tanya hatimu, seberapa  banyak goresan luka yang sebenarnya kau ciptakan sendiri.

Kau terlalu istimewa untuk orang yang berulang kali membuatmu kecewa. Kau terlalu berharga untuk seseorang yang tak pernah menganggapmu ada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuan

  Tuan. Malam ini aku menatap cakrawala yang dihiasi bebintangan, diatas padang rumput yang luas juga ditemani sahutan suara jangkrik yang memekakan telinga. Ada sebuah tenda yang berdiri gagah di belakangku, juga api unggun yang menyalah garang dekat ujung kakiku, tapi tidak ada kamu di sebelahku. Harusnya aku paham itu. Bahwa semesta takkan membiarkan kita bertemu, apalagi bersatu. Tuan. Kali ini aku ingin menceritakan dongeng kepadamu. Ya, kau pasti tahu. Pasti dongeng anganku tentang masa depan. Tentang menunggu ajal di hari tua. Dan pasti, aku ingin menghabiskan waktu senja bersamamu. Hanya kamu. Kelak, nanti. Kita akan berada di rumah kayu yang kokoh. Dikelilingi kebun juga sawah yang luas. Di ketinggian di atas delapan ratus mdpl kita lebih mudah menyaksikan bebintangan juga mendengarkan sang angin malam bersenandung. Kelak, setiap pagi sebelum kau berangkat mencari sebongkah berlian kau akan terlebih dulu duduk di teras rumah meneguk secangkir teh dan mengg...

Yang Patah kan Tumbuh

Kali ini saya kembali. Selalu, dengan derai air mata yang tiada henti. Mungkin benar bahwa terlalu berharap itu tidak pernah bagus, sebab kecewa masih kerap ikut serta bersama sebuah pengharapan. Tapi, ada satu hal yang membuat saya benar-benar merasa bahwa Tuhan selalu adil kepada hambaNya. Dan doa yang terus digemakan akan mendapat balasnya. Entah itu langsung dikabulkan, esok dikabulkan atau justru Tuhan menggantinya dengan yang jauh lebih indah. Saya percaya itu. Hari ini, tepat tanggal tujuh belas bulan ke empat. Ada segala rasa, bahagia juga kecewa. Tuhan banyak memberi kejutan pada hari ini. Setidaknya saya masih diberi kesempatan untuk menghirup udara malam ini, saya bersyukur. Ya, saya hanya akan menceritakan yang bahagia saja. Bukankah kesedihan itu tidak boleh berlarut-larut? Semoga apa yang terjadi hari ini menambah kuat jiwa ini. Ini bukan cerita tentang bintang ataupun beruang, kali ini tidak. Ada sebuah nama yang kerap saya gemakan dalam doa. Dia, seseo...

Tak bisa, Tuhan kita beda

Apa kabar? Hehe, lama tak jumpa. Bagaimana? Sepertinya kau sudah menemukan seseorang yang bisa menemanimu beribadah lalu menyebut nama Tuhan yang sama. Semoga bahagia ya. Apa kau menghitung sudah berapa lama kita tidak lagi melangkahkan kaki bersama? Bercerita tentang untaian cita-cita sambil menertawakan angkasa. Cakrawala menuntun kita pada langkah yang searah padahal ada tujuan yang berbeda diujung sana sambil menggenggam hampa. Sebelumnya, izinkan aku berterima kasih padamu. Kau terlalu banyak membantuku melangkah, sedang aku terlalu banyak ragu untuk menerima. Kau selalu berusaha menautkan hati, tetapi justru aku menguraikannya kembali. Kau tahu, kali ini aku menghadapi masa lalu. Tentangmu. Kau kapan ada waktu? Aku ingin pergi ke toko buku, mengambil beberapa judul. Kau menertawakan apa yang aku bawa tapi justru kau yang lebih dulu tuntas membaca. Aku ingin kau mengajakku meminum dawet di depan apotek ujung sana. Aku yang tak mau tapi malah habis...