Mau
bagaimana lagi?
Cinta ini sudah hilang arti.
Cinta ini sudah hilang arti.
Haruskah berhenti disini?
Beberapa waktu ini kita
bercela, tak lagi saling bertukar kabar apalagi cerita. Melewati ruang hampa
memang tak mudah. Apalagi untuk kita yang terlanjur binasa.
Sejauh ini, kita telah
melewati rangkaian jalan setapak yang disiapkan semesta. Dari tertatih hingga
berlari. Dari merangkak hingga meloncat. Bukan hanya waktu yang termakan lama,
tapi tenaga juga rasa.
Katamu, kita terlalu kuat
untuk dipisah. Nyatanya kita kalah dengan pihak ketiga. Entah, siapa yang
salah. Rasanya, cinta tak mungkin salah arah.
Kita dulu sebatas teman,
lalu hanyut terbawa perasaan. Sebuah rasa tak bertuan mengantarkan pada titik
kehancuran. Hingga hal yang dibangun
lama harus hancur berantakan.
Tak terhitung berapa
purnama yang melintasi cakrawala menyaksikan kita yang berulang kali mengucap
kata setia dan selamanya. Namun, semua hanya buaian belaka. Kau bilang aku
hanya terbakar api cemburu yang membara, tapi kau lupa bahwa hati juga bisa
kecewa.
Remuk.
Kita hanya diam saling
menetap tapi tidak berani menatap. Sama berdiri tapi tak ada langkah pasti. Kau
menutup mulut, aku menutup telinga. Kau tak memberi alasan sedang aku tak
menerima penjelasan. Dua insan egois yang dikoyak rasa tak bersalah lalu tak
mau mengalah.
“Sampai kapan?”
“Apanya?”
“Terus diam membeku seperti batu.”
“Entah.”
“Kita sudah sejauh ini bersama, haruskah kita menyerah? Aku tidak ingin kita berpisah.”
“Lalu kau menyuruhku tetap tinggal dengan ada dia diantara kita?”
“Dia hanya temanku.”
“Bukankah dulu aku juga hanya temanmu?”
“Apanya?”
“Terus diam membeku seperti batu.”
“Entah.”
“Kita sudah sejauh ini bersama, haruskah kita menyerah? Aku tidak ingin kita berpisah.”
“Lalu kau menyuruhku tetap tinggal dengan ada dia diantara kita?”
“Dia hanya temanku.”
“Bukankah dulu aku juga hanya temanmu?”
------
Komentar
Posting Komentar